Untukmu, Partner – Hapkido
Hallo
apa kabar sobat pecinta/praktisi bela diri apa pun dan dimana pun berada.
Kesempatan baik kali ini saya menulis tentang seseorang yang saya kenal dan
bekerja sama di seni bela diri, bahkan
untuk berprestasi. Seseorang ini adalah sahabat sekaligus partner di seni bela diri Hapkido.
Sahabat
saya ini memiliki nama lengkap Alexander Indra Adhyaksa (biasa dipanggil dengan
Indra), kelahiran Purwokerto, 2 September 1986 dan berprofesi sebagai disainer
grafis. Seni bela diri telah dia kenal sejak tahun 1994, saat di bangku sekolah
dasar. Seperti yang diungkapkan, dirinya mengenal bela diri karena pada saat
kecil banyak tayangan seperti Wiro Sableng, Si Buta, Deru Debu, dan lainnya,
dengan aktor favoritnya adalah Ari Wibowo dan Dede Yusuf. Pernah dia mencoba
menekuni bela diri karate untuk mengisi kegiatan selepas sekolah tapi tidak
bertahan lama karena lokasi latihan menjadi satu dengan warga setempat sehingga
latihan menjadi tidak menentu.
Sewaktu
kuliah jurusan disain di D. I. Yogyakarta saat semester akhir 2010, kesenangan
dan ketertarikan dengan seni bela diri mulai lagi dia tekuni dengan mengikuti
seni bela diri Taekwondo bersama teman-teman satu kost, untuk mengisi waktu
senggang sembari menyelesaikan tugas akhir, dan bertemu dengan banyak karakter
yang berbeda di tempat latihan sehingga membuat dirinya semakin senang dan
tekun berlatih.
Awal
mula perjumpaan saya dengan Indra adalah pada tahun 2013 pada salah satu event Taekwondo. Hal ini secara
kebetulan karena jumlah pelatih pada saat itu sudah sangat banyak, padahal dia
di Taekwondo telah memulai menjadi asisten pelatih pada tahun 2012 dan menjadi
pelatih di tahun 2014 (penyandang black
belt Taekwondo/Sabeum Taekwondo).
Pada tahun 2013 itu juga, sabeum
Indra dan saya mengikuti dan memulai belajar bela diri Hapkido dengan bimbingan
langsung dari Guru Besar/Master
sekaligus Founder Hapkido Indonesia
(akan saya ulas pada postingan yang lain).
Seorang
pelatih pasti memiliki alasan mengapa belajar bela diri ataupun disiplin ilmu
yang lain. Saya memberanikan diri untuk bertanya hal yang menjadi alasan kenapa
sahabat saya yang satu ini belajar Hapkido juga meskipun telah memiliki
ketrampilan di seni bela diri Taekwondo, dan sahabat saya ini pun menjelaskan
- Menambah dan memperluas wawasan terhadap ragam bela diri apapun.
- Mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing dari displin dan bela diri yang berbeda.
- Dengan mengetahui kelebihan dan kekeurangan masing-masing maka bisa melengkapi teknik yang belum pernah dikuasai.
Proses
latihan Hapkido yang berkesinambungan dan bertahap telah sabeum Indra ikuti.
Pada tahun 2014, kami dipercaya oleh Master sekaligus Founder Hapkido Indonesia untuk membantu proses pengembangan
Hapkido bukan hanya di pulau Jawa, namun lebih berkonsentrasi kepada
sahabat-sahabat kami di luar jawa. Tugas
pengembangan dan sistem pelatihan Hapkido di Indonesia membuat kami berdua menjadi
atlet Hapkido di Kategori Tarung Berpasangan (Hosinsul). Dengan penuh perjuangan dan rasa syukur, sabeum Indra dan saya menjadi atlet
berpasangan yang memiliki pengalaman dan berhasil menjadi juara di beberapa
kejuaraan di tahun 2016, di antaranya
- Gold Medal Senior Hosinsul, Surabaya Open Tournament, Hapkido Indonesia, berlangsung di Graha Sepuluh November Surabaya pada 22 Januari 2016.
- Gold Medal Senior Hosinsul, Riau Islands Open Tournament, Hapkido Indonesia, berlangsung di Auditorium Bumi Maitri Vegetarian Tanjung Pinang pada 21 Mei 2016.
- Gold Medal Advanced - Senior Hosinsul, National Championship, Hapkido Indonesia, berlangsung di Gedung Multipurpose Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 20-21 Agustus 2016.
Perjuangan
dan prestasi yang telah kami berdua peroleh semakin membawa tanggung jawab yang
semakin besar juga. Seorang pelatih/sabeum
yang memiliki motto hidup “Aku bukanlah Kamu, Kamu bukanlah Aku” ini pun
memiliki beberapa saran, khususnya bagi kondisi bela diri di Indonesia, yaitu
- Cabang olah raga khususnya bela diri terkadang nilai subyektifitas masih sangat menonjol (siapakah sosok dan dari mana atlet itu berlatih), mungkin dilihat dari seleksi atlet yang kurang baik. Semoga hal semacam ini tidak lagi terjadi dan proses seleksi harus terbuka.
- Pelatihan kepada setiap murid bela diri tidak boleh disama ratakan, karena setiap murid memiliki alasan dan tujuan berbeda.
- Bagi kita (dia menyebutkan untuk kita semua yang melatih) hendaknya bisa tetap menjaga kualitas dan memberikan contoh yang baik, untuk teknik gerakan ataupun sikap.

- Cara penyampaian materi, contohnya intonasi suara lebih dperhatikan dan dilatih dengan baik lagi, khususnya jika melatih anak-anak.
- Semoga dari tulisan ini bisa membuat semua orang lebih terbuka, tidak membentengi diri dari hal baru, dan tidak menghalangi orang lain untuk dapat maju dan berkembang.
Postingan dari saya
kali ini, Heribertus_Orista menyampaikan
terimakasih tak terhingga kepada sabeum
Alexander Indra Adhyaksa yang memberikan kesempatan baik untuk dapat berproses,
berprestasi bersama serta berbagi pengalamannya di blog ini. Semoga kita semua dapat
mengambil hikmah dan pengalaman baik dari orang-orang di sekitar kita.
Comments
Post a Comment