Hallo apa kabar semua, lama aku
tidak menulis dan berbagi lagi di blog ini. Kali ini aku mencoba menuliskan
pengalaman seorang teman yang pada masa itu sempat berdinamika bersama dalam
berlatih seni bela diri dan saat jumpa kali ini telah mampu membagikan
pengalaman pribadinya bersama murid-muridnya. Temanku ini bernama Fransiskus
Solanus Petor, namun pemuda kelahiran Manggarai tahun 1993 ini lebih senang
dipanggil dengan nama Allan. Aku berjumpa dengan Allan saat dia memulai
berlatih seni bela diri di tahun 2013 dan tanpa disangka ternyata temanku ini
juga mencapai tingkatan Black Belt (DAN
1) di tahun 2019 sehingga merasakan juga menjadi seorang Sabeum (pelatih).
Aku penasaran kenapa Allan mau
belajar dan mengejar tingkatan seni bela diri Taekwondo hingga Black Belt. Allan
menyampaikan alasan ikut berlatih bela diri adalah kesadaran akan postur tubuhnya
yang kecil dan sering dibully oleh
teman-temannya pada masa kecil. Menurut Allan, keinginan sejak masih duduk di
Sekolah Menengah Pertama untuk mengikuti seni bela diri Taekwondo masih sangat
sulit diwujudkan karena di daerahnya masih sangat jarang meskipun seni bela
diri Taekwondo adalah yang paling dia sukai karena Taekwondo memiliki warna
tersendiri dibanding dengan pilihan lainnya, memiliki gerakan yang lebih luwes,
dan berbeda dengan pilihan teman-teman seusianya. Allan cukup senang akhirnya
dapat mengikuti dan menekuni Taekwondo semenjak dirinya mulai berada di bangku
perkuliahan.
Allan semakin tekun dan
bersemangat berlatih seni bela diri setelah berada di tempat latihan yang
membuatnya nyaman, makin termotivasi begitu melihat dan berdinamika dengan
anggota Taekwondo dan secara khusus oleh beberapa sosok pelatih yang menurutnya
sangat keren. Menurut pengalamannya selama berlatih, dia sangat tertarik dengan
kategori jurus (Poomsae) Taekwondo.
Sempat teman-temannya berkomentar jika seorang Allan dengan postur tubuh dan
wajahnya tidak cocok turut dalam kategori jurus. Cerita Allan ini kembali
memutar memoriku di mana aku dan Allan pernah berlatih bersama di dojang (tempat latihan) yang sama,
meskipun saat itu dia lebih memilih untuk mendalami materi tarung (Kyoruki). Posturnya yang kecil memang
terkadang membuatnya sangat kewalahan untuk bertarung sehingga aku menawarkan
pada Allan untuk mencoba berlatih jurus dan sangat bersyukur ketika Allan
bercerita saat ini, mungkin terhitung sejak 3 tahun lalu aku satu dojang dengannya namun dia tetap
berlatih jurus dan bahkan telah mengikuti beberapa kejuaraan di kategori jurus.
Perjumpaan yang sangat jarang
terjadi ini sangat aku manfaatkan. Aku bertanya padanya tentang perbedaan saat
dia dulu menjadi seorang murid dan sekarang telah menjadi seorang pelatih.
Dengan santai Allan menjawab saat menjadi seorang murid maka murid itu tanpa
beban apapun, menerima apa yang diberikan, dan mengikuti contoh atau arahan
dari pelatih. Sedangkan sekarang menjadi seorang pelatih harus memiliki banyak
referensi, tidak boleh asal-asAllan memberikan materi kepada murid, apalagi
yang dilatih anak-anak butuh banyak penyesuaian untuk menyemangati dan mengenal
karakter yang berbeda satu dengan lainnya. Allan juga mengakui jika menjadi seorang
pelatih berpredikat keren bukanlah perihal mudah diwujudkan. Hal yang tidak
mudah ini dia siasati dengan melihat referensi dari video yang ada di internet dan
juga diskusi dengan pelatih ataupun seniornya.
Secara pribadi aku sebagai penulis juga mengakui bahwa menjadi senior ataupun pelatih tidaklah mudah dan sangat sedikit orang yang menyadari pentingnya berlatih seni bela diri. Aku juga bertanya dan bertukar pemikiran pada Allan, kira-kira apa saja yang membuat orang enggan untuk berlatih seni bela diri. Allan mengungkapkan terkadang orang sudah berpikiran negatif dahulu mengenai seni bela diri, secara khusus apabila menyebutkan seni bela diri Taekwondo. Orang akan berpikiran mengenai kemampuan harus bisa split dan sakit apabila harus berlatih split. Kita tahu semua bahwa Taekwondo memang terkenal dengan teknik tendangannya, khususnya tendangan yang tinggi dan beragam keindahan variasi tendangan. Menurutnya hal ini wajar, mungkin mereka melihat skill orang yang telah terlatih dan terkadang melihat cara orang berlatih split. Dia juga mengungkapkan, selain split terkadang orang juga mnganggap dirinya tidak mampu, seperti temannya yang pernah mengungkapkan bisa lari sprint tapi tidak bisa lari jogging. Padahal menurutnya temannya itu bisa apalagi melihat postur tubuhnya yang agak gempal.
Sebelum mengakhiri perjumpaan dan obrolan kami ini, tidak lupa aku bertanya apa saja harapan ataupun saran yang bisa dia sampaikan secara khusus bagi kebanyakan orang yang mungkin belum pernah mengenal seni bela diri. Sabeum Allan pun menyampaikan beberapa hal, yaitu
- Tidak perlu khawatir dan takut berlatih bela diri, bela diri juga olahraga dan menunjang kesehatan
- Kesehatan yang baik diharapkan juga mampu menunjang kebugaran aktifitas sehari-hari
- Selalu berpikiran terbuka dan positif tentang seni bela diri, banyak hal yang ditemukan dan secara perlahan merubah diri menjadi lebih baik.
Dan untuk aku sebagai penulis, Allan
juga berkomentar
- Semoga selalu bisa melatih dengan optimal, menjaga kualitas, dan bisa berbagi lebih banyak kepada banyak orang
- Sebenernya baru tahu kalau ada model tulisan mengenai bela diri seperti ini, tulisan seperti ini sangat positif apalagi mau mengajak dirinya untuk turut berbagi pengalaman.
Sekiranya ini adalah hal yang bisa
aku bagikan dari obrolanku bersama Sabeum Allan. Selain obrolan ini, aku
juga menyempatkan sedikit berlatih bersamanya sebagai obat rindu karena lama
kami tidak berlatih bersama dan mendokumentasikannya ke dalam sebuah konten di sebuah channel youtube tentang Attack and Counter Kicks. Terkadang keinginan untuk berlatih bersama lagi memang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi, semoga
kita semua yang belajar dan menekuni seni bela diri tetap menjaga persaudaraan
dan respect karena kawan bukanlah
lawan.
Comments
Post a Comment